Rabu, 31 Agustus 2011

Luka di Dalam Lembar yang Semakin Tak Berharga


Assalamu’alaikum War. Wab.,
Salam kebahagian untuk hati yang lapang dan damai. Semoga kita semua dalam lindungan Alloh SWT, amin.
Tulisan saya ini bisa dibilang surat atau hanya coretan itu terserah pembaca yang menilai. Saya hanya ingin kebaikan di dalam kebaikan. Amin.
Terkadang manusia belum mampu membaca pecahan-pecahan peristiwa yang terburai. Terkadang manusia butuh penjelasan yang sangat detail, dan baru bisa memahami apa yang terjadi. Begitu juga dengan saya.
Banyak hal yang tidak saya ketahui dan tidak mau saya ketahui. Tetapi keadaan yang terkadang memaksa saya untuk mengetahui. Saya tidak ingin, kita sesama muslim, bermusuhan. Saya berusaha untuk menjelaskan dengan bahasa yang menurut saya ini benar. Karena saya tidak ingin mengkambinghitamkan, siapa yang salah, bagi saya memaafkan itu lebih penting dari segalanya. Sekali lagi saya minta maaf jika salah, mohon diingatkan, saya masih membutuhkan kritik dan saran yang membangun.
Saya akan menjelaskan perubahan sikap waktu itu. Mengapa saya menjadi pemarah dan pemaksa.
Malam itu, tepatnya hari Rabu, tanggal 27 Juli 2011, maaf, saya katakan, saya mendapatkan tekanan dari PMII [tidak hanya rayon yang mengikat dan menjadi tanggung jawab saya], rumah [keluarga], kampus, Averrous dan teman-teman saya. Waktu itu, posisi saya dalam keadaan bingung dan butuh pertolongan. Entah kenapa nama yang terlintas dalam pikiran adalah sampean.
Saya mencoba untuk memohon bantuan tapi saya sangat kaget sekali dengan jawaban sampean berkata tidak. Serasa apa yang saya lakukan dipenuhi dengan perasaan tanpa logika. Dan ternyata bukan sekali sampean berkata “ndak bisa” karena a, b, c.....z. Di situlah saya mulai memaksa, karena saya penasaran, “ WHAT’D HAPPENED WITH YOU?”, ”ARE YOU OKEY?” pertanyaan itu memenuhi kepala saya.
Saya banyak mendengar cerita dari sahabat-sahabat tentang sampean, dan saya mulai tidak tega dan berharap sampean mau berbagi duka dengan saya atau sahabat-sahabat . Perubahan sikap sampean yang begitu tiba-tiba ternyata belum bisa saya terima.
Saya semakin ingin tahu dan banyak bertanya kepada ‘orang’.
Hal yang sangat tidak aku pahami dari sampean.
Sampean pernah berjanji untuk tidak merokok jika ada saya, tetapi sampean mengingkarinya. Jujur saya bingung sekali dengan sikap sampean yang tidak bisa saya artikan. Semakin tertutup dan tidak mau jujur. Saya bingung dengan posisi saya di mata sampean, “kau anggap apa aku?”
Sempat saya berpikir “WHAT SHOULD I DO?” jika kata maaf juga sampean abaikan, karena saya sadar dengan apa yang saya lakukan pada sampean. [maaf saya katakan,”sangat rumit”]
Dan malam terakhir kita bertatap muka yang awalnya saya harap kita bisa duduk dan berbicara empat mata. Saya sangat tidak memahami jalan pikiran sampean, begitu tega [sangat kejam] membiarkan saya berjalan seorang diri di tengah malam [di atas jam 9 malam]. Jujur ini pertama kalinya.
Saya ucapkan untuk kesekian kalinya, “maaf”. Kalau pun di hati sampean saat ini masih dipenuhi rasa dendam dan benci, saya akan menjauh dari kehidupan sampean, karena saya hanya ingin sampean bisa hidup damai dan bahagia. Saya mencoba menerima bahwa semua ini adalah salah saya.
Semoga semua ini bermanfaat dan berharap semua akan indah pada waktunya. Amin.
Terima kasih atas kesempatan sampean membaca coretan ini.
Wassalamu’alaikum War. Wab.

Jawaban yang telah ditunggu-tunggu:
  • maaf jika kediamanku selama ini banyak menimbulkan tanda tanya ke pean... aku minta maa ats semua kesalahnku..

Comments
0 Comments

Posting Komentar

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( :-q =))