Senin, 26 November 2012

ALAT PENGUKURAN SIFAT MAGNETIK


MODEL KRITIS
          Dalam hal penentuan keadaan kritis dalam bahan superkonduktor, terdapat dua metode yang sering digunakan, yaitu metode magnetisasi dan metode sederhana four point probe (MFPP). Untuk metode magnetisasi ada beberapa model yang dapat menjelaskan hubungan antara magnetisasi dengan keadaan kritis bahan. Diantaranya yaitu model bean, model Kim dan kawan-kawan dan model lainnya. Model-model tersebut dalam penerapannya memiliki dimensi sampel dan faktor koreksi tertentu, sehingga setiap literatur ilmiah yang memanfaatkan metode ini pada umumnya mencantumkan model yang digunakan, dimensi sampel dan faktor koreksinya. Misalnya histeris kelajuan yang telah diamati oleh Ledbetter dan Kim (1988) pada bahan YBa2Cu3O7-δ. Sampel yang mempunyai densitas relatif 94% dan Tc = 91.4 K telah diukur kelajuan gelombang mendatar dan kelajuan gelombang geser pada frekuensi 5 MHz. Hasil pengukuran diperoleh bahwa ketiga-tiga kuantitas modulus geser, modulus pukal, dan nisbah Poisson menunjukkan histerisis.  Modulus  pukal  mempunyai  nilai  histerisis  yang  lebih  besar daripada modulus geser. Histerisis ini mencadangkan perubahan fasa pada bahan YBa2Cu3O7-δ.
Berikut penjelasan tentang berbagai macam model dalam penentuan keadaan kritis bahan superkonduktor :
Ø  METODE FOUR POINT PROBE
Disebut probe empat titik, karena ada empat titik kontak yang disentuhkan pada permukaan sampel. Keempat titik kontak (probe) itu dibuat berderet dalam satu garis lurus dengan jarak antar probe diatur sedemikian rupa sehingga satu sama lain mempunyai jarak yang sama. Arus listrik yang konstan dialirkan sepanjang permukaan sampel melalui dua probe terluar. Jika sampel mempunyai resistansi, maka akan ada penurunan tegangan ketika arus mengalir sepanjang sampel tersebut. Perubahan tegangan tersebut diukur melalui dua probe bagian dalam [8,10]. Besaran fisis yang menunjukkan fenomena superkonduktivitas bahan, seperti suhu tansisi kritis (Tc), rapat arus kritis (Jc), dan medan magnet kritis (Hc) dapat ditentukan secara teliti dengan metode four point probe tersebut.
Ø  METODE MAGNETISASI
A.     MODEL BEAN
Model ini ini menghubungkan keadaan transport listrik tanpa hambatan / disipasi dengan efek histerisis dalam proses magnetisasi. Sehingga Jc dapat ditentukan dari pengukuran kurva magnetisasi sampel yang bersangkutan. Gagasan bean ini sebagai berikut :
Saat dalam keadaan campuran yaitu Hc1 < H < Hc2 superkonduktor akan kemasukan medan magnet yang dibendung dalm bentuk vorteks. Keadaan kritis ini akan terjadi bila J mencapai nilai kritis Jc yang memenuhi persamaan Fp = J x B. Dengan bantuan hukum amper maka  J x B = , H = 1 / μ B
            Karena keadaan tersebut tidak bergantung pada arah arus sehingga ditulis sbb :
                        kekuatan “pinning” dianggap tak bergantung pada B dalam superkonduktor, dan begitu pula Jc. Sehingga Jc hanya ditentukan olh slope atau variasi maksimum dari B dalam sapel yang bersangkutan dengan syarat batas B = pada permukaan bahan. Kehadiran pinning disisni merupakan penyebab efek histerisis atau ireversibilitas dalam proses magnetisasi / demagnetisasi.  Untuk kasus ini dapat dituliskan medan rerata B dalam bentuk :
 dimana Jc konstan ( tak tergantung pada B) dan syarat batas .
Jadi model bean ini memberikan penjelasan fenomenologis untuk magnetisasi histeresis tipe-II superkonduktor dalam temporal berbagai medan magnet eksternal.
B.     MODEL KIM
Bean menawarkan model keadaan kritis untuk menggambarkan magnetisasi superkonduktor yaitu dengan mengasumsikan bahwa kerapatan arus kritis tidak bergantung pada medan magnet. Pada tahun yang sama Kim,Hempstead dan Strnad memperluas model Bean dengan memasukkan medan magnet ketergantungan dalam rapat arus kritis. Efek medan magnet yang diterapkan pada arus kritis pada suhu tinggi sangat berhubungan dengan struktur vorteks. Medan magnet dalam ini dihasilkan oleh arus yang diinduksi dalam sampel. Berikut persamaan yang menjelaskan tentang arus kritis dan medan magnet yang diberikan pada superkonduktor menurut model kim. 
 Dimana a dan Ho adalah konstanta yang didapat dari eksperimen dan H adalah medan magnet yang diberikan.  Akan tetapi persamaan ini tidak cocok untuk medan magnet yang bergantung pada arus kritis saat temperatur tinggi, sehingga model ini dikembangkan lagi dengan mengasumsikan a/ j sebanding dengan Hn dan medan magnet bergantung pada arus kritis maka didapatkan persamaan model kim sbb:
 dimana JcKIM (H) adalah kerapatan arus kritis dalam model Kim.  Akan tetapi model Kim tidak berjalan dengan praktis. Ada dua alasan utama untuk kegunaan kurang praktis dari model Kim. Yang pertama adalah dua konstanta k dan H0 yang terlibat dalam model ini hanya memiliki satu persamaan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa model bentuk perkolasi kritis adalah sebuah pendekatan alternatif untuk menggambarkan bentuk HTS.



C.     MODEL EKSPONENSIAL
1.      Medan yang meningkat
MODEL KRITIS
          Dalam hal penentuan keadaan kritis dalam bahan superkonduktor, terdapat dua metode yang sering digunakan, yaitu metode magnetisasi dan metode sederhana four point probe (MFPP). Untuk metode magnetisasi ada beberapa model yang dapat menjelaskan hubungan antara magnetisasi dengan keadaan kritis bahan. Diantaranya yaitu model bean, model Kim dan kawan-kawan dan model lainnya. Model-model tersebut dalam penerapannya memiliki dimensi sampel dan faktor koreksi tertentu, sehingga setiap literatur ilmiah yang memanfaatkan metode ini pada umumnya mencantumkan model yang digunakan, dimensi sampel dan faktor koreksinya. Misalnya histeris kelajuan yang telah diamati oleh Ledbetter dan Kim (1988) pada bahan YBa2Cu3O7-δ. Sampel yang mempunyai densitas relatif 94% dan Tc = 91.4 K telah diukur kelajuan gelombang mendatar dan kelajuan gelombang geser pada frekuensi 5 MHz. Hasil pengukuran diperoleh bahwa ketiga-tiga kuantitas modulus geser, modulus pukal, dan nisbah Poisson menunjukkan histerisis.  Modulus  pukal  mempunyai  nilai  histerisis  yang  lebih  besar daripada modulus geser. Histerisis ini mencadangkan perubahan fasa pada bahan YBa2Cu3O7-δ.
Berikut penjelasan tentang berbagai macam model dalam penentuan keadaan kritis bahan superkonduktor :
Ø  METODE FOUR POINT PROBE
Disebut probe empat titik, karena ada empat titik kontak yang disentuhkan pada permukaan sampel. Keempat titik kontak (probe) itu dibuat berderet dalam satu garis lurus dengan jarak antar probe diatur sedemikian rupa sehingga satu sama lain mempunyai jarak yang sama. Arus listrik yang konstan dialirkan sepanjang permukaan sampel melalui dua probe terluar. Jika sampel mempunyai resistansi, maka akan ada penurunan tegangan ketika arus mengalir sepanjang sampel tersebut. Perubahan tegangan tersebut diukur melalui dua probe bagian dalam [8,10]. Besaran fisis yang menunjukkan fenomena superkonduktivitas bahan, seperti suhu tansisi kritis (Tc), rapat arus kritis (Jc), dan medan magnet kritis (Hc) dapat ditentukan secara teliti dengan metode four point probe tersebut.
Ø  METODE MAGNETISASI
A.     MODEL BEAN
Model ini ini menghubungkan keadaan transport listrik tanpa hambatan / disipasi dengan efek histerisis dalam proses magnetisasi. Sehingga Jc dapat ditentukan dari pengukuran kurva magnetisasi sampel yang bersangkutan. Gagasan bean ini sebagai berikut :
Saat dalam keadaan campuran yaitu Hc1 < H < Hc2 superkonduktor akan kemasukan medan magnet yang dibendung dalm bentuk vorteks. Keadaan kritis ini akan terjadi bila J mencapai nilai kritis Jc yang memenuhi persamaan Fp = J x B. Dengan bantuan hukum amper maka  J x B = , H = 1 / μ B
            Karena keadaan tersebut tidak bergantung pada arah arus sehingga ditulis sbb :
                        kekuatan “pinning” dianggap tak bergantung pada B dalam superkonduktor, dan begitu pula Jc. Sehingga Jc hanya ditentukan olh slope atau variasi maksimum dari B dalam sapel yang bersangkutan dengan syarat batas B = pada permukaan bahan. Kehadiran pinning disisni merupakan penyebab efek histerisis atau ireversibilitas dalam proses magnetisasi / demagnetisasi.  Untuk kasus ini dapat dituliskan medan rerata B dalam bentuk :
 dimana Jc konstan ( tak tergantung pada B) dan syarat batas .
Jadi model bean ini memberikan penjelasan fenomenologis untuk magnetisasi histeresis tipe-II superkonduktor dalam temporal berbagai medan magnet eksternal.
B.     MODEL KIM
Bean menawarkan model keadaan kritis untuk menggambarkan magnetisasi superkonduktor yaitu dengan mengasumsikan bahwa kerapatan arus kritis tidak bergantung pada medan magnet. Pada tahun yang sama Kim,Hempstead dan Strnad memperluas model Bean dengan memasukkan medan magnet ketergantungan dalam rapat arus kritis. Efek medan magnet yang diterapkan pada arus kritis pada suhu tinggi sangat berhubungan dengan struktur vorteks. Medan magnet dalam ini dihasilkan oleh arus yang diinduksi dalam sampel. Berikut persamaan yang menjelaskan tentang arus kritis dan medan magnet yang diberikan pada superkonduktor menurut model kim. 
 Dimana a dan Ho adalah konstanta yang didapat dari eksperimen dan H adalah medan magnet yang diberikan.  Akan tetapi persamaan ini tidak cocok untuk medan magnet yang bergantung pada arus kritis saat temperatur tinggi, sehingga model ini dikembangkan lagi dengan mengasumsikan a/ j sebanding dengan Hn dan medan magnet bergantung pada arus kritis maka didapatkan persamaan model kim sbb:
 dimana JcKIM (H) adalah kerapatan arus kritis dalam model Kim.  Akan tetapi model Kim tidak berjalan dengan praktis. Ada dua alasan utama untuk kegunaan kurang praktis dari model Kim. Yang pertama adalah dua konstanta k dan H0 yang terlibat dalam model ini hanya memiliki satu persamaan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa model bentuk perkolasi kritis adalah sebuah pendekatan alternatif untuk menggambarkan bentuk HTS.



C.     MODEL EKSPONENSIAL
1.      Medan yang meningkat
Disini kita mengasumsikan superkonduktor telah didinginkan di bwah suhu kritis di daerah nol, saat medan meningkat terus maka flux akan menembus bahan. disini densitasnya dB/dx > 0 . dengan demikian jy = - Jc dimana pada model ini Jc (B) diberikan seperti pada gambar dibawah ini:
Sehingga :

Pada tahap pertama, fluks magnetisasi memasuki sampel hanya dilapisan luar dengan ketebalan S. Kedalaman penetrasi ini diberikan oleh . Tahap awal ini berlangsung sampai di b, untuk melengkapi penetrasi tersebut maka:  .

b





Gambar di atas merupakan magnetostriktif  (kolom kiri) dan magnetisasi (kolom kanan) untuk a. Model bean, b. Model kim, c. Model ekpsponensial.
Berikut grafik perbandingan antara model bean, kim dan model eksponensial :
                                                
Gambar di atas merupakan hubungan antara gaya pinning dengan arus kritis pada magnetic flux densiti untuk bentuk model kritis yang berbeda-beda.
















DAFTAR PUSTAKA
 Bean, C.P. 1964 Magnetization of high-field superconductors, Rev. Mod.
Phys., 36, 31-39.
Diantoro, Markus. 2010. Superkonduktor. FMIPA UM.
Inanir.F.et al. 2008. Modelling of normal state like contribution on the pinning induced magnetostriction. Physica C 468 hal. 39-46.
L. Prigozhin. 2003. On the Bean critical state model in superconductivity.
Woch, M.P.et al.2008. Kim Type Critical State Models and Critical Currents of Thallium Based superconductors. Vol.114  No.1 Acta Physica Polonica A.
Y.B. Kim, C.F. Hempstead, A.R. Strand, Phys. Rev. Lett. 9, 306 (1962).

Y.B. Kim, C.F. Hempstead, A.R. Strand, Phys. Rev. 129, 528 (1963).







Disini kita mengasumsikan superkonduktor telah didinginkan di bwah suhu kritis di daerah nol, saat medan meningkat terus maka flux akan menembus bahan. disini densitasnya dB/dx > 0 . dengan demikian jy = - Jc dimana pada model ini Jc (B) diberikan seperti pada gambar dibawah ini:
Sehingga :

Pada tahap pertama, fluks magnetisasi memasuki sampel hanya dilapisan luar dengan ketebalan S. Kedalaman penetrasi ini diberikan oleh . Tahap awal ini berlangsung sampai di b, untuk melengkapi penetrasi tersebut maka:  .

b





Gambar di atas merupakan magnetostriktif  (kolom kiri) dan magnetisasi (kolom kanan) untuk a. Model bean, b. Model kim, c. Model ekpsponensial.
Berikut grafik perbandingan antara model bean, kim dan model eksponensial :
                                                
Gambar di atas merupakan hubungan antara gaya pinning dengan arus kritis pada magnetic flux densiti untuk bentuk model kritis yang berbeda-beda.
















DAFTAR PUSTAKA
 Bean, C.P. 1964 Magnetization of high-field superconductors, Rev. Mod.
Phys., 36, 31-39.
Diantoro, Markus. 2010. Superkonduktor. FMIPA UM.
Inanir.F.et al. 2008. Modelling of normal state like contribution on the pinning induced magnetostriction. Physica C 468 hal. 39-46.
L. Prigozhin. 2003. On the Bean critical state model in superconductivity.
Woch, M.P.et al.2008. Kim Type Critical State Models and Critical Currents of Thallium Based superconductors. Vol.114  No.1 Acta Physica Polonica A.
Y.B. Kim, C.F. Hempstead, A.R. Strand, Phys. Rev. Lett. 9, 306 (1962).

Y.B. Kim, C.F. Hempstead, A.R. Strand, Phys. Rev. 129, 528 (1963).







Comments
0 Comments

Posting Komentar

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( :-q =))