Sabtu, 03 September 2011

Kehormatan Harusnya Terjaga untuk Rakyat

Sering terdengar jargon yang berbunyi ‘yang tua yang berpengalaman’. Kata ini memang bagus, tapi tak bermakna jika hal ini disangkutpautkan dengan metode kerja. Kata yang tepat dalam dunia keahlian, siapa yang ahli maka dia yang memimpin, bukan berarti yang sudah berkepala banyak lantas sudah mesti yang memimpin. Sangat tidak adil atau bahkan hal yang bodoh jika jargon di atas dijadikan pedoman. Siapa bilang yang muda tak berpengalaman? Harusnya ini dijadikan koreksi oleh bapak-ibu yang sedang duduk dalam kursi kepemimpinan.
Semua gila bola, yang protes berarti tidak termasuk. Akhir-akhir ini, semua orang disibukkan melihat pertandingan para garuda kesatria kita. Ribuan penonton sesak memenuhi tribun. Pandangan menjadi suram ketika di situ tersorot dengan jelas, ibu negara kita melonjak kegirangan karena Gonzalles mencetak gol. Perasaan sedih bercampur kecewa menjadi satu, sungguh pemandangan yang tidak mendidik. Harusnya para wartawan sadar akan hal ini, tontonan ini dilihat oleh seluruh penjuru negeri dan penikmatnya dimulai dari usia balita sampai manula.
Guru merupakan singkatan dalam bahasa Jawa ‘digugu lan ditiru’, yang artinya guru itu sebagai panutan dan contoh. Menyandang gelar guru memang sangat berat. Karena tanggung jawab mencerdaskan anak bangsa dengan penuh cinta, tidak sembarangan orang mampu melaksanakannya. Apalagi gelar ibu negara, setiap langkah geraknya selalu menjadi sorotan seluruh rakyat Indonesia bahkan dunia. Hal yang sudah menjadi kewajiban yang tak perlu dituliskan dalam undang-undang bahwa tak pantas seorang ibu negara menjerit dan bersorak-sorai karena meluapkan seluruh emosinya. Bukankah seseorang bisa dikatakan mempunyai kepribadian baik ketika seseorang mampu mengendalikan emosinya. Baik itu susah atau senang yang teramat, orang itu mampu mengontrol, dan membuat dirinya seakan berada dalam kondisi baik-baik saja.
Lebih menyedihkan lagi, ketika melihat bapak negara tikus menangis melihat para korban bencana alam. Salah satu pertanyaan dari rakyat yang wajib dijawab, ‘apakah dengan tangisan itu, anak, istri dan rumah kami bisa kembali? Rakyat butuh penanganan konkrit dari bapak negara, jangan dipikir hanya dengan tangisan semua masalah yang menimpa rakyat teratasi’.
Mungkin saat ini memang sedang trend, mengumbar segala bentuk emosi atau bahkan menjual emosi mereka kepada khalayak luas. Jika berpikir perut, semua orang mampu melakukannya. Tapi untuk memilih seorang pemimpin, tidak segampang seperti yang mampu dilihat oleh kasat mata, karena semua butuh pemikiran, layak dan tidaknya seorang untuk diserahi amanah untuk membesarkan anak bangsa negara tercinta ini, itu menjadi perhitungan utama.
Sadar atau tidak, semua penilaian keberhasilan dalam suatu negara ditentukan oleh pemimpin. Jadi, dapat disimpulkan, moral pemimpin tercermin pada moral bangsa, entah itu korupsi, atau sex bebas, dll. yang mengalami penurunan atau bahkan peningkatan.
Comments
0 Comments

Posting Komentar

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( :-q =))