Sabtu, 03 September 2011

Kewajiban di Atas Kewajiban

Tahun ini terjadi perbedaan waktu solat Idul Fitri, seperti tahun-tahun yang lalu. Tetapi perbedaaan ini bukan dikarenakan islam NU atau islam Muhammadiyah melainkan karena perbedaan sumber informasi hilal. Terjadi perselisihan, selalu saja terjadi. [saling menyalahkan]
Padahal, setiap keyakinan memiliki dasar yang tidak bisa dibantahkan. Setiap orang berhak menganut dan mengikutinya. Aih.............**bersambung @_@”
Sulit benar menulis berita, kepala terasa buntu, tidak ada ide. Mungkin, karena sekarang saya memikirkan deadline tugas-tugas yang belum juga tersentuh oleh tangan gemulai ini [majas].
Hp selalu saja berdering, sms masuk. Semua bernadakan ajakan halalbihalal. Semua teman mengharapkan reuni bersama. Sedangkan dalam keluarga, sudah menjadi tradisi para pemuda untuk berkeliling silaturahim ke saudara-saudara [jauh]. Baiklah saya utamakan semua, tapi lebih utama keluarga jika waktunya berbenturan. Hehe........
Reuni akbar di pondok bertepatan dengan datangnya pak lek saya dari tanah suci [umroh].
Saya putuskan, saya tidak hadir reuni pondok. [lagi-lagi Hp berdering, ada nada kecewa dalam sms yang saya terima].
Ketika saya mengunjungi pak lek, saya bertemu semua saudara dari keluarga ayah yang berkumpul di rumah pak lek. Fajar, anak pak lek, yang kuliah di Bandung, banyak bercerita tentang pengalamannya kuliah di ITB yang sempat tidak lulus, karena tidak ikut ujian saat ayahnya tak sadarkan diri di rumah sakit.
Ya, jika kita dihadapkan pada peristiwa yang sama seperti yang dialami Fajar saya pikir semua akan sulit untuk memutuskan. Ikut ujian? Atau menjaga ayah?
Tapi, dengan tegas dia katakan ‘saya menjaga ayah’, yang berarti harus meninggalkan ujian. Dia beralasan, dia masih bisa mengulang tahun depan. Sedangkan kondisi ayah adalah yang lebih utama dari segalanya.
Sebenarnya, dari pihak kakak sangat menyanyangkan pilihan yang ditetapkan oleh Fajar. Tapi, apa boleh buat, baginya, ayah lebih penting daripada ujian.
Dia adalah pemuda yang optimis, sungguh-sungguh, rajin dan satu hal yang saya suka darinya, dia berkata sesuai apa yang dia lakukan. Dengan perawakan tinggi dan tegap. Jadi, secara kasat mata dia terlihat tampan.
Mungkin, karakternya terbentuk karena didikan pak lek yang sangat keras padanya sebagai anak laki-laki satu-satunya di keluarganya.
Pelajaran yang bisa saya ambil adalah sekeras apapun orang tua kepada anak, semata-mata karena bentuk kasih sayang kepada anak yang mengharapkan yang terbaik untuk anak. Saya pun berpikir, hal apa yang pantas saya persembahkan untuk kedua orang tua yang sangat saya cintai dan mencintai saya tanpa pamrih ini?
Betapa tegas Tuhan mengingatkan kita [anak] untuk selalu taat dan berbhakti kepada keduanya. Sesungguhnya ridlo Tuhan bersama ridlo orang tua [terutama ibu].
Semoga yang terbaik selalu mengiringi langkah kita semua...amin....
Comments
0 Comments

Posting Komentar

:)) ;)) ;;) :D ;) :p :(( :) :( :X =(( :-o :-/ :-* :| 8-} :)] ~x( :-t b-( :-L x( :-q =))