Tampilkan postingan dengan label Fisika Bumi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Fisika Bumi. Tampilkan semua postingan

Senin, 26 November 2012

LEMPENG TEKTONIK



Sebelum muncul Konsep/Teori Tektonik Lempeng dikenal Konsep Geosinklin, yang menyatakan bahwa; Pembentukan Pegunungan, Pedataran, Cekungan; diawali dengan pengendapan batuan sedimen pada suatu palung atau geosinklin. Pembebanan sedimen yang terus menerus membebani batuan yang dibawahnya mengakibatkan gaya pembebanan pada batuan sedimen yang telah ada dan terendapkan sebelumnya, sehingga batuan termampatkan dan terlipat-lipat. Batuan yang terletak paling bawah melebur menjadi magma.
Teori atau Konsep mengenai Dinamika pada kerak bumi sebagaimana telah dijelaskan terdahulu adalah Teori Tektonik Lempeng yang menyatahkan bahwa akibat dari pada zona tumbukan oleh sebab saling mendekatinya segmen-segmen lempeng, mengakibatkan terbentuknya zona subduksi atau jalur penunjaman, disertai terbentuk lipatan-lipatan, patahan-patahan, naiknya magma baik melalui proses erupsi gunungapi maupun dengan melalui celah retakan batuan membentuk batuan intrusive. Demikian pula pada zona pemekaran akibat pemisahan segmen-segmen lempeng kerak bumi yang berdekatan akan mengakibatkan terbentuknya punggung-punggung tengah samudra dan aktivitas gunungapi bawahlaut. Pada Tepi lempeng benua aktif yang saling bertumbukan atau konvergen yang membentuk penunjaman, menghasikan peleburan parsial daripada batuan menjadi magma, kedua lempeng kerak, selanjutnya menyebabkan terbentuknya jalur busur volkanis aktif. Magma yang terbentuk didalam perut bumi perlahan-lahan akan bergerak ke atas dan membentuk tubuh batuan intrusif (antara lain batholite) dekat permukaan.
Akibat lain daripada gerak / dinamika tektonik diatas, pada bagian lain terutama daerah yang berdekatan zona tepi interaksi antar masing-masing lempeng kerak berada dibawah gaya dan tekanan yang selanjutnya akan mengakibatkan perubahan sifat fisik batuan penyusun lempeng kerak bumi yang kemudian disebut sebagai deformasi batuan. Apabila tekanan melampaui batas dari daya tahan batuan makan batuan akan membentuk Patahan dan apabila batuan pada kondisi fisik tertentu mampu untuk mempertahankan daya elastisitasnya namun berubah karena tekanan maka batuan akan mengalami Perlipatan, sehingga gejala dinamika sebagaimana diterangkan menyebabkan, terbetuknya Gunung api, Pegunungan Blok (Pegunungan Patahan), Pegunungan Lipatan.

Lempeng tektonik terbentuk oleh kerak benua (continental crust) ataupun kerak samudra (oceanic crust), dan lapisan batuan teratas dari mantel bumi (earth’s mantle). Kerak benua dan kerak samudra, beserta lapisan teratas mantel ini dinamakan litosfer. Kepadatan material pada kerak samudra lebih tinggi dibanding kepadatan pada kerak benua. Demikian pula, elemen-elemen zat pada kerak samudra (mafik) lebih berat dibanding elemen-elemen pada kerak benua (felsik).
Di bawah litosfer terdapat lapisan batuan cair yang dinamakan astenosfer. Karena suhu dan tekanan di lapisan astenosfer ini sangat tinggi, batu-batuan di lapisan ini bergerak mengalir seperti cairan (fluid).
Litosfer terpecah ke dalam beberapa lempeng tektonik yang saling bersinggungan satu dengan lainnya. Berikut adalah nama-nama lempeng tektonik yang ada di bumi, dan lokasinya bisa dilihat pada Peta Tektonik.
Pergerakan Lempeng (Plate Movement)
Berdasarkan arah pergerakannya, perbatasan antara lempeng tektonik yang satu dengan lainnya (plate boundaries) terbagi dalam 3 jenis, yaitu divergen, konvergen, dan transform. Selain itu ada jenis lain yang cukup kompleks namun jarang, yaitu pertemuan simpang tiga (triple junction) dimana tiga lempeng kerak bertemu.

1. Batas Divergen
Terjadi pada dua lempeng tektonik yang bergerak saling memberai (break apart). Ketika sebuah lempeng tektonik pecah, lapisan litosfer menipis dan terbelah, membentuk batas divergen.
Pada lempeng samudra, proses ini menyebabkan pemekaran dasar laut (seafloor spreading). Sedangkan pada lempeng benua, proses ini menyebabkan terbentuknya lembah retakan (rift valley) akibat adanya celah antara kedua lempeng yang saling menjauh tersebut.
Pematang Tengah-Atlantik (Mid-Atlantic Ridge) adalah salah satu contoh divergensi yang paling terkenal, membujur dari utara ke selatan di sepanjang Samudra Atlantik, membatasi Benua Eropa dan Afrika dengan Benua Amerika.

2. Batas Konvergen
Terjadi apabila dua lempeng tektonik tertelan (consumed) ke arah kerak bumi, yang mengakibatkan keduanya bergerak saling menumpu satu sama lain (one slip beneath another).
Wilayah dimana suatu lempeng samudra terdorong ke bawah lempeng benua atau lempeng samudra lain disebut dengan zona tunjaman (subduction zones). Di zona tunjaman inilah sering terjadi gempa. Pematang gunung-api (volcanic ridges) dan parit samudra (oceanic trenches) juga terbentuk di wilayah ini.
3. Batas Transform
Terjadi bila dua lempeng tektonik bergerak saling menggelangsar (slide each other), yaitu bergerak sejajar namun berlawanan arah. Keduanya tidak saling memberai maupun saling menumpu. Batas transform ini juga dikenal sebagai sesar ubahan-bentuk (transform fault).


Rabu, 19 Oktober 2011

ASAL MULA AIR


Asal mula air dalam bumi
Hidrosfer di bumi mengandung kurang lebih 1,4 miliar km3 air. Volume yang sungguh fantastis. Sebagaimana telah disebutkan di atas, rekaman geologi mengindikasikan bahwa air telah secara aktif mengerosi batuan dan mengendapkan sedimen setidaknya sejak 3,8 miliar tahun lalu. Beberapa hipotesis telah diajukan dan diuji untuk mengetahui asal mula hidrosfer bumi. Ada 4 hipotesis yang berkaitan dengan keberadaan air, yaitu: (1) hipotesis hidrosfer primordial, (2) hipotesis pelapukan, (3) hipotesis outgassing, dan (4) hipotesis akumulasi terrestrial.
Sebagaimana material pembentuk bumi yang akhirnya mengeras, sejak sekitar 4,5 miliar tahun lalu diduga air telah ada dan merupakan hasil dari pembentukan atmosfer dan hidrosfer primordial kala itu. Akan tetapi, jika hidrosfer yang kita miliki sekarang merupakan perkembangan secara perlahan dari atmosfer primordial, komposisi yang ada sekarang seharusnya mirip atau sama dengan atmosfer dan samudera primordial. Pada kenyataannya, hidrosfer jarang mengandung gas seperti neon (Ne), argon (Ar), kripton (Kr), dan xenon (Xe) dibandingkan dengan atmosfer saat ini. Hal ini membuktikan bahwa pandangan yang menyatakan atmosfer primordial merupakan asal mula dari hidrosfer saat ini tidaklah beralasan.
Hilangnya gas selama jangka waktu panjang akan mempengaruhi juga hilangnya unsur-unsur ringan seperti air (H2O) yang memiliki berat molekul 18 dan neon yang memiliki berat molekul 20. Sebagai tambahan, tumbukan material besar yang terjadi selama masa pertumbuhan bumi akan menghilangkan atmosfer primitif. Munculah suatu anggapan yang lebih baru, atmosfer dan hidrosfer bumi saat ini bersifat sekunder. Atmosfer dan hidrosfer terbentuk pada awal dan setelah pengerasan bumi karena adanya outgassing atau pertumbuhan. Pemikiran tersebut melatarbelakangi munculnya hipotesis outgassing.
William W. Rubey telah mempelajari asal mula batuan fosfat di lautan. Rubey membandingkan komposisi dari berbagai batuan kerak dengan tipe yang berbeda-beda. Pada pelapukan batuan beku yang sederhana, ditemukan air, karbondioksida, dan klorine yang jauh lebih banyak. Dengan kata lain, semestinya ada sumber lain untuk air dan kelebihan cairan yang lain yang membentuk hidrosfer. Rubey mempostulatkan bahwa proses seperti outgassing bumi dari gunung api dan palung laut yang dalam dapat berhubungan dengan peristiwa asal mula hidrosfer.
Pengujian batuan meteor—diperkirakan menyerupai atau mirip dengan mantel—serta kesimpulan geologi lain mengindikasikan bahwa mantel mengandung 0,1 hingga 1,5 persen air. Berdasarkan jumlah relatif batuan mantel dan air, mantel seharusnya kehilangan masanya mendekati 0,031 persen dari masa air untuk menghasilkan air di hidrosfer yang teramati cukup beralasan.
Ide terakhir yang menyatakan air bumi berasal dari luar angkasa telah menarik dan merevisi cara baru yang menyatakan hipotesis akhir tentang asal mula hidrosfer (hipotesis akumulasi terestrial). Louis Frank, ilmuwan ruang angkasa dari Universitas Iowa, telah menguji gambar bumi pada tahun 1980-an yang diperoleh dari ekspedisi satelit Dynamic Explorer I. Gambar tersebut dihasilkan oleh absorbsi dan radiasi kembali energi matahari oleh atom oksigen di dalam dan di luar atmosfer bumi. Dari gambar tersebut terlihat lubang atau bintik-bintik hitam. Frank menyatakan lubang tersebut dihasilkan karena benturan komet seukuran rumah, bola es, atau material yang lain. Pengujian gambar tersebut menuntun Frank untuk menyimpulkan bahwa komet atau material tersebut masuk atmosfer bumi dengan jumlah rata-rata 20 per menit atau 10 juta per tahun. Dari nilai tersebut dapat diperkirakan bahwa bumi akan menerima sekitar 2,5 cm tambahan air selama 1.000 tahun. Tambahan air tersebut lebih dari cukup untuk mengisi samudera selama 4 Ma. Walaupun teori ini masih menjadi kontroversi, hal ini penting untuk dicatat bahwa debat mengenai sesuatu yang fundamental, yang dalam hal ini air di bumi, tetap terus menarik perhatian ilmuwan.

MENGHITUNG TINGKAT SALINITAS PADA AIR


Salinitas adalah kadar garam atau tingkat keasinan yang terkadung pada air, salinitas juga terdapat pada tanah. Salinitas yang terkandung pada air danau dan sungai terhitung rendah maka air pada danau dan sungai dikategorikan sebagai air tawar. Kandungan garam pada air sungai dan danau kurang dari 0,05%. Jika melebihi itu atau sekitar 0,05 % sampai 3% maka air tersebut dikategorikan sebagai air payau. Dan jika tingkat salinitasnya diantara 3% sampai 5% air tersebut dikategorikan sebagai air saline dan jika melebihi 5% maka dikategorikan sebagai brine.
Asal - Usul Terdapatnya Garam-Garaman di Laut
Menurut teori, zat-zat garam tersebut berasal dari dalam dasar laut melalui proses outgassing, yakni rembesan dari kulit bumi di dasar laut yang berbentuk gas ke permukaan dasar laut. Bersama gas-gas ini, terlarut pula hasil kikisan kerak bumi dan bersama-sama garam-garam ini merembes pula air, semua dalam perbandingan yang tetap sehingga terbentuk garam di laut. Kadar garam ini tetap tidak berubah sepanjang masa. Artinya kita tidak menjumpai bahwa air laut makin lama makin asin. Garam - garaman di laut juga berasal dari sedimen-sedimen yang terbawa melalui sungai menuju laut. Faktor – faktor yang mempengaruhi salinitas :
1. Penguapan
Makin besar tingkat penguapan air laut di suatu wilayah, maka salinitasnya tinggi.
2. Curah hujan
Makin besar/banyak curah hujan di suatu wilayah laut maka salinitas air laut itu akan rendah.
3. Banyak sedikitnya sungai yang bermuara di laut tersebut
Makin banyak sungai yang bermuara ke laut tersebut maka salinitas laut tersebut akan rendah.

Penghitungan Tingkat Salinitas
Perhitungan salinitas dapat dilakukan dengan bantuan alat, seperti refraktometer dan salinometer. Berikut ini adalah beberapa cara dan langkah - langkahnya.
Refraktometer
Refraktometer merupakan alat pengukur salinitas yang cukup umum. Juga disebut sebagai pengukur indeks pembiasan pada cairan yg dapat digunakan untuk mengukur kadar garam. Prinsip alat ini adalah dengan memanfaatkan indeks bias cahaya untuk mengetahui tingkat salinitas air, karena memanfaatkan cahaya maka alat ini harus dipakai ditempat yang mendapatkan banyak cahaya atau lebih baik kalau digunakan dibawah sinar matahari jadi sehabis kita mengambil sampel air laut kita langsung menghitungnya dengan alat ini. Berikut langkah - langkahnya :
1. Tetesi refraktometer dengan aquadest
2. Bersihkan dengan kertas tisyu sisa aquadest yang tertinggal
3. Teteskan air sampel yang ingin diketahui salinitasnya
4. Lihat ditempat yang bercahaya
5. Akan tampak sebuah bidang berwarna biru dan putih
6. Garis batas antara kedua bidang itulah yang menunjukan salinitasnya
7. Bilas kaca prisma dengan aquades, usap dengan tisyu dan simpan refraktometer di tempat kering
Salinometer

Salinometer adalah alat untuk mengukur salinitas dengan cara mengukur kepadatan dari air yang akan dihitung salinitasnya. Bekerjanya berdasarkan daya hantar listrik,semakin besar salinitas semakin Besar pula daya hantar listriknya. Alat ini digunakan di laboratorium, berbeda dengan refraktometer yang biasa digunakan di lapangan atau outdoor. Cara menggunaka salinometer adalah sebagai berikut :
1. Ambil gelas ukur yang panjang, isi dengan air sampel yang akan diukur salinitasnya
2. Salinitas akan terbaca pada skalanya
(http://ridhorachman.blogspot.com/2011/03/menghitung-tinkat-salinitas-pada-air.html)