Senin, 25 Juli 2011

Penindasan Kaum Kecil

Kemurkaanku terhadap peristiwa yang terjadi di sekelilingku merupakan hal yang tak sepantasnya terjadi. Terkadang aku muak dengan dia yang selalu saja mengatas namakan kebenaran untuk menindas kaum-kaum kecil yang tak bersalah. Sungguh keji memang, setiap kali bertatap muka dengan siapa saja yang dia temui, katanya akulah kebenaran. Hal ini sering kali aku temui pada perilakunya. Apa sebenarnya yang ada dipikirannya?

Ketika kecil aku memang sangat nakal dengan merasa akulah benar, dan yang lain tak berhak untuk menghalangi semua urusanku, karena ini kusuka. Setelah semakin aku berjalan seiring dengan usiaku yang juga bertambah, aku sadar bagai bangun di malam gelapku bahwa aku salah. Yah, benar, aku menagis, aku menangis sejadinya dalam heningnya malam. Dan suara angin yang tenang mendamaikan jiwa adalah sahabat terbaikku. Di usia 12 tahunku, kumulai mengenal diriku.

Aku bersyukur sekali, aku dilahirkan dari rahim ibuku sehingga aku mempunyai nenek yang sangat perhatian padaku. Beliau selalu mengingatkanku untuk selalu berbuat kebaikan pada semua orang dan selalu menegorku setiap kali aku akan memulai hal-hal buruk.

Dan di sinilah aku mulai belajar, ketika beliau telah pergi untuk selamanya. Sesungguhnya kebenaran di dunia ini adalah relatif bagi siapa saja yang memaknainya. Tapi bagi umat islam pedoman dalam kebenaran adalah qur’an dan hadist.

Melihat siapa saja yang kutemui, disitu tersimpan sejuta keunikkan yang harus digali. Sangat aneh memang, ketika semua orang menganggap orang lain salah dan dirinya paling benar. Hal itu sangat aneh karena anggapan itu telah merasuki jiwa-jiwa yang kosong hingga aku pun bertanya, semoga ada yang mampu menjawab, dimana harus meletakkan agama untuk kepentingan ini? Sangat menyenangkan memang ketika kita harus mengamati hal-hal yang ada di sekitar. Semua itu mengandung unsur keunikan.

Setiap kali aku melihat layar televisi, selalu saja aku dibuat geram olehnya yang dengan sengaja menghancurkan bangsa demi mengenyangkan perutnya. Karena semua yang tersaji seakan dibuat menjadi sebuah kebenaran. Dasar penjilat!

Betapa senangnya, dia membuat para remaja gelisah dan melupakan masa depan yang indah. Dia berdalih, bukan dia yang salah karena dia benar telah menghibur para penikmat dengan sajian yang menayangkan kemesuman moral dan jiwa-jiwa penjilat seperti dia. Apa-apaan ini.

Aku harap bangsaku sadar bahwa ini semua adalah pembodohan masal. Tapi rasanya hal ini sangat kecil terjadi karena ketidaktahuannya atau mungkin hanya pura-pura saja. Ayolah bangsaku, sampai kapan kau akan tetap seperti ini, yang diinjak sana-sini. Aku ingin setelah perguliran masa kepemimpinan, bangsaku menjadi bangsa maju.

Selalu!

Selalu!

Kata ini memang pantas aku ucapkan sering kali aku tak mampu mengawali tulisanku.

Kenapa?

Ya, pertanyaaan ini selalu saja menari di kepalaku.

Bingung rasanya, ketika aku harus memikirkan, kata apa yang harus aku tulis sekarang.

Jujur,

Akhir-akhir ini aku memang menghentikan hobi membaca novelku, dikarenakan aku harus membaca diktat kuliahku.

Akhirnya,

Sebagai pengganti untuk mengobati kerinduannku terhadap novel-novel itu, aku sempatkan di waktu senggangku untuk membaca status-status dan note-note yang tertulis di facebook. Tapi tak jarang juga aku membaca artikel-artikel di internet atau media cetak. Kemarin, sepert biasa, aku membaca status-status di facebookku, tema hari itu adalah hari ibu. Hmm,,

Hari ibu tepat tanggal 22 Desember. Lucu sekali memang, aku tak habis pikir dengan orang-orang ini. Mereka menyanjung, memuja ibu, atau lebih halusnya mengingat ibu hanya pada tanggal ini saja. Sebenarnya pada hari-hari normal, apa yang mereka pikirkan untuk para ibu tercinta?..

Hmm...

Lucu!

Dan keesokan harinya, aku memang tidak ada kerjaan setelah aku habiskan waktuku untuk mondar-mondir dan bolak-balik ke gedung fisika ke gedung rektorat. Akhirnya aku hempaskan pantatku di kursi panjang gedung fisika lantai satu. Di situlah aku mulai membuka facebookku,

.....

Tidak ada yang spesial awalnya,

Tapi setelah aku baca-baca ternyata aku menemukan note dengan judul yang sangat unik. Rasa peansaranku meningkat ketika kutahu siapa penulisnya,,yah..benar, dia adalah sahabatku yang awalnya kukira dia orang sangar, tapi itu berdasarkan penampilannya, meskipun aslinya dia sangat senang membuat perut kocak. Setelah kubaca tulisannya rasa penasaranku ternyata tidak berhenti sampai disitu, aku baca saja hal-hal yang berkaitan tentang karya-karya uniknya.

Kutahu kemudian, sahabatku yang satu ini adalah seorang laki-laki yang berhati lembut. Itu semua kuketahui di dalam alur cerita dan setiap ucapan yang ia ucapkan maupun yang ditulisnya.

Aku banyak belajar dari karakter sahabatku ini. Sesungguhnya penampilan kulit luar itu belum tentu membungkus hal-hal yang sesuai dengan isi. Mungkin disini aku akan lebih menjelaskan perkataanku ini.

Orang bisa berkata betapa tajam duri yang membungkus buah ini, pasti di dalamnya terdapat isi yang begitu pahit.

Dan kukatakan itu salah !

Sahabatku telah membuktikannya, dan jika ada yang mendustakan, mungkin dia belum mengenal sosok yang lembut dengan penampilan yang sangar ini.

Semakin lama aku membaca banyak tulisannya, aku mampu mengatakan bahwa dia adalah seorang pecinta dan pengasih.

Pelajaran yang terpenting dari semua ini adalah,

Di dalam sebuah kehidupan, aku akan menjumpai begitu banyak manusia dengan beragam karakter. Aku bisa mengambil hikmah pada tipa-tiap insan itu. Satu pesan yang tidak akan pernah aku dustakan, jangan terlalu mudah mengambil kesimpulan sebelum mengumpulkan serpihan-serpihan peristiwa tentang kehidupan. Maka disitulah aku akan menemukan sebuah keindahan yang dinamakan kasih. Terima kasih.

Dunia Anak Sangat Menyenangkan

Pagi ini aku memenuhi janjiku untuk menghadiri acara di Jombang. Acaranya masih dirahasiakan karena memang tidak boleh dipublikasikan meskipun sebenarnya aku tahu. Tapi ini ada sangkutpautnya kehormatan seseorang. Jadi aku harus mampu menjaga privasi orang lain. Karena aku pun mempunyai privasi yang orang lain tidak boleh tahu.

Tiba-tiba saja rencana berubah 180 derajat, yang awalnya aku ke Jomabang dibonceng dikarenakan aku belum juga punya SIM (bukan berarti aku tidak mampu mengendarai sepeda motor). Aku diserahi tugas membonceng Bulekku. Jujur, satu hal yang aku khawatirkan yaitu aku belum punya SIM. Aku telah merasakan betapa menyebalkannya ketika harus berurusan dengan polisi. Semua pasti, hal apa yang harus dipersiapkan saat berhadapan dengan polisi yaitu uang! Jadi, dalam kondisi kantong kering seperti saat ini, lebih baik cari aman saja. Utung saja bulekku pengertian, yang berarti aku yang di rumah menemani budheku.

Di dalam rumah yang besar hanya berisikan aku, budhe dan adik-adik kecilku putri dari bulek-buleku. Aku senang sekali, di situlah aku mengkondisikan suasana rumah yang hangat dengan guyonan yang alami atau biasa dibilang mengalir sajalah.

Budheku senang sekali memainkan teka-teka di layar komputer, kebiasaan budhe sangat memancingku untuk mencobanya. Memang benar, peermainan ini sangat menyenangkan, membuatku ketagihan. Adik kecilku sibuk sekali membuka bingkisan tas kresek hitam yang belum kuketahui isinya. Sedangkan kakak-kakaknya membantuku menyelesaikan teka-tekiku.

Si kecil mengajakku untuk mau membantunya menciptakan inovasi baru, yaitu membuat accesoris kecil yang imut yang biasa dipakai untuk untuk hiasan jilbab. Aku sangat tertarik sekali aku pikir ini proses perkembangan jiwa kreatifnya. Baiklah, dengan semangat aku antarkan si kecil membeli perlengkapan yang belum lengkap.

Toko pertama yang kami kunjungi ternyata kehabisan barang yang kami cari. Akhirnya kami menulusuri tiap toko apakah ada, tapi di tengah perjalanan adikku berinisiatif untuk mencari bahan itu di pasar (ide bagus). Padahal, sebelumnya si kecil membeli banyak es cream dalam rangka mentraktir dari tokko pertama. Aku tahu bahwa jalan yang kami lewati ini memang melewati MtsN dimana ibuku tercinta mengajar, dan kebetulan ibuku sedang piket di sekolah. Aku sempatkan beberapa menit untuk bertanya kapan ibuku akan pulang. Aku juga bercerita, kami akan pergi ke pasar untuk membeli sesuatu dan nantinya kami akan menjemput beliau.

Setelah kami mendapatkan sesuatu yang kami cari, aku minta ke penjaga toko tersebut untuk bermurah hati menjagakan kendaraan yang kami tumpangi (sebut saja sepeda matix), karena aku ingin mewujudkan keinginanku membeli ceret dan kursi kecil yang dibutuhkan oleh orang-orang di rumahku.

Menawar sebuah barang memang membutuhkan keahlian khusus. Seperti yang aku alami saat itu, menyenagkan memang saat aku dapatkan barang sesuai harga yang aku tawarkan. Aku telah mendapatkan barang-barang itu. (sebenaranya, aku mengakhiri acara tawar-menawar ketika si kecil bilang,’ esnya mencair’).

Kami langsung melangkahkan kaki ke sepeda matixku, setelah aku bayar barang-barang itu. Dan kami meluncur untuk menjemput ibuku tercinta.

Sesampainya di rumah, akun ajarkan ke adik-adikku bagaimana cara memperoleh hasil yang baik. Aku tidak akan memaksakan mereka untuk menciptakan sesuatu seperti yang kumau. Aku bebaskan mereka untuk berkreasi, karena kutahu diusia mereka saat ini banyak inovasi-inovasi yang mengagumkan. Dunia anak-anak memang terdapat sejuta imajinasi yang luar biasa. Dan aku tidak boleh memberikan batasan kepada mereka, aku ingin mereka berkembang sesusai imajinasi mereka yang diarahkan. Jadi, aku hanya mengarahkan mereka bagaimana berproses agar mencapai hasll yang memuaskan.

Kebingungan Hati Nurani

Aku sekarang merasakan kebingungan yang tak mampu kuterjemahkan sendiri oleh pikiranku. Terlalu rumit untuk kuterjemahkan dengan kata-kata. Ingin sekali kumenyederhanakan segala masalah agar orang lain mampu membaca yang kurasa.

Ah..

Terlalu pusing aku memikirkannya.

Kucoba untuk melakukan pencerahan dengan mengotak-atik laptopku disambi dengan mengirim sms ke teman-teman baikku.

Sebenarnya, ketika aku melihat hal-hal di sekitarku, aku sangat miris dengan berita-berita yang kulihat di televisi. TvOne menayangkan berita bencana alam, MetroTv menayangkan kebobrokan sistem pemerintahan negaraku ini.

Sebenarnya siapa aku ini, akan aku apakan negara ini, yang katanya aku adalah generasi muda, yang dibilang generasi penerus. Padahal aku tidak pernah mau dibilang generasi penerus karena aku adalah generasi pembangun.

Haha..

Lucu sekali bukan?

Kontribusi apa yang pantas kuberikan kepada negeri yang kucintai ini?

Opiniku dalam logika : ‘Aku rela kehilangan masa-masa indah masa muda. Yang kudengar masa muda tidak akan sempurna tanpa dibubuhi dengan pacaran, tapi aku merelakan hal itu. Sudah kubiarkan saja opini itu mengalir dan aku akan tetap pada pendirianku, yaitu cinta tanah airku. Aku rela menghabiskan masa mudaku dengan bercinta dengan indonesiaku. Tapi tetap menikah, karena menikah merupakan sunah Rosul’.

Kebanyakan yang kutahu tentang pola pikir teman-temanku adalah bagaimana caranya mendapatkan jabatan tanpa terlalu berusaha keras.

Aku jadi ingat, pada tanggal 30 Desember 2010, aku mengikuti kunjungan ke Lapas Putri Malang. Kondisinya tidak seperti yang kubayangkan, karena bisa dibilang lokasinya bersih dan bagus.

Di situ kudapatkan banyak sekali ilmu. Bu Ning, seorang psikolog selaku pemateri menyampaikan bahwa Indonesia saat ini sangat merindukan orang-orang idealis. Mereka semakin berkurang seiring berkembangnya zaman. Apalagi dalam dunia hukum, betapa sulitnya menemukan orang-orang yang benar-benar menegakkan hukum tanpa adanya campur tangan dengan money politic. Sudah tidak asing lagi jika dalam menyelesaikan kasus, terdakwa harus sediakan uang sogokan.

Secara pribadi, pasti terbersit rasa marah.

Sampaikan kapan negeriku akan dikuasai oleh orang-orang dzalim itu?

Mungkin untuk berbicaara tentang nasionalisme pada saat ini tidak ada artinya lagi. Karena semasaku sekolah, betapa sulitnya harus menerima pelajaran kewarganegaraan. Entah siapa yang salah yang jelas pelajaran ini terasa sangat membosankan. Tapi anehnya, orang terdahulu mampu mempelajari materi kewarganegaraan dengan khidmat.

Sudahlah, tak perlu mencari kambing hitam.

Sejujurnya, ketika aku kelas 3 SMP, sistem mengajar Pak Puji, guru kewarganegaraan, memang sanga t menakutkan. Semua siswa wajib hafal UUD 1945 jika tidak akan mendapatkan hukuman,yaitu berdiri tegak di depan kelas terkadang dengan menjewer telinganya sendiri. Tapi, sampai sekarang, aku mampu mengingat pembukaan dan beberapa pasal UUD 1945 meskipun banyak juga yang kulupa.

Percaya atau tidak, aku sangat merasakan jiwa nasionalisme yang mengalir dari sang guru ke dalam diriku. Aku merasakan cinta yang luar biasa kepada tanah airku. Dan telah tumbuh dalam diri hingga mengakar di dalam sanubari.

Pelajaran yang terpenting di sini, apa yang tertulis di dalam Alquran sangat benar : saat kiamat telah dekat, akan sulit sekali memegang kebenaran dalam agama.

Di Lapas kujumpai seorang ibu muda yang cantik, yang masih menempuh S3, mantan DPRD Malang tertuduh korupsi. Padahal bisa dibilang beliau hanya tumbal keadilan.

Tapi ada yang lebih mengenaskan lagi, seorang turis luar negeri dari Irak yang tidak fasih berbahasa Inggris apalagi bahasa Indonesia, divonis 7 tahun dengan tuduhan membawa sabu-sabu sebanyak 2 kg. Ketika ditinjau kasusnya, sebenarnya ibu itu bermaksud menolong orang yang minta tolong membawakan barangnya sebentar saat di bandara. Betapa mengejutkan, ternyata bingkisan itu berisi sabu-sabu 2 gram yang dibungkus handuk basah, yang beratnya terbaca 2 kg pada timbangan. Sangat menjengkelkan, kenapa hakim tidak meninjau ulang kasus tersebut atau kebenarannya.

Banyak yang bilang sebenarnya kasus yang ada tidak murni kasus yang terjadi karena murni kesalahan melainkan kasus-kasus itu adalah pesanan dari aparat hukum untuk kenaikan tingkat.

Satu kata yang dapat kuucapkan, busuk!

Sungguh keji!

Tolong jawab, dimana hati nurani?