MODEL
KRITIS
Dalam hal penentuan keadaan kritis
dalam bahan superkonduktor, terdapat dua metode yang sering digunakan, yaitu
metode magnetisasi dan metode sederhana four point probe (MFPP). Untuk metode
magnetisasi ada beberapa model yang dapat menjelaskan hubungan antara
magnetisasi dengan keadaan kritis bahan. Diantaranya yaitu model bean, model
Kim dan kawan-kawan dan model lainnya. Model-model tersebut dalam penerapannya
memiliki dimensi sampel dan faktor koreksi tertentu, sehingga setiap literatur
ilmiah yang memanfaatkan metode ini pada umumnya mencantumkan model yang
digunakan, dimensi sampel dan faktor koreksinya. Misalnya histeris kelajuan yang telah diamati oleh Ledbetter
dan Kim (1988) pada bahan
YBa2Cu3O7-δ. Sampel yang mempunyai densitas relatif 94% dan Tc =
91.4 K telah diukur kelajuan
gelombang mendatar
dan kelajuan gelombang geser pada frekuensi 5 MHz. Hasil pengukuran diperoleh bahwa ketiga-tiga
kuantitas modulus geser, modulus
pukal, dan nisbah Poisson menunjukkan
histerisis. Modulus pukal
mempunyai nilai histerisis yang
lebih besar daripada modulus geser. Histerisis ini mencadangkan
perubahan fasa pada bahan
YBa2Cu3O7-δ.
Berikut
penjelasan tentang berbagai macam model dalam penentuan keadaan kritis bahan
superkonduktor :
Ø METODE
FOUR POINT PROBE
Disebut probe empat titik, karena ada empat
titik kontak yang disentuhkan pada permukaan sampel. Keempat titik kontak
(probe) itu dibuat berderet dalam satu garis lurus dengan jarak antar
probe diatur sedemikian rupa sehingga satu sama lain mempunyai jarak
yang sama. Arus listrik yang konstan dialirkan sepanjang permukaan
sampel melalui dua probe terluar. Jika sampel mempunyai resistansi,
maka akan ada penurunan tegangan ketika arus mengalir sepanjang sampel
tersebut. Perubahan tegangan tersebut diukur melalui dua probe bagian
dalam [8,10]. Besaran fisis yang menunjukkan fenomena superkonduktivitas
bahan, seperti suhu tansisi kritis (Tc), rapat arus kritis (Jc), dan
medan magnet kritis (Hc) dapat ditentukan secara teliti dengan metode four
point probe tersebut.
Ø METODE
MAGNETISASI
A. MODEL BEAN
Model ini ini menghubungkan
keadaan transport listrik tanpa hambatan / disipasi dengan efek histerisis
dalam proses magnetisasi. Sehingga Jc dapat ditentukan dari
pengukuran kurva magnetisasi sampel yang bersangkutan. Gagasan bean ini sebagai
berikut :
Saat dalam
keadaan campuran yaitu Hc1 < H < Hc2 superkonduktor
akan kemasukan medan magnet yang dibendung dalm bentuk vorteks. Keadaan kritis
ini akan terjadi bila J mencapai
nilai kritis Jc yang memenuhi persamaan Fp = J x B. Dengan bantuan hukum amper maka
J x B = ,
H = 1 / μ B
Karena keadaan tersebut tidak bergantung pada arah arus
sehingga ditulis sbb :
kekuatan “pinning”
dianggap tak bergantung pada B dalam superkonduktor, dan begitu pula Jc.
Sehingga Jc hanya ditentukan olh slope atau variasi maksimum dari B dalam sapel
yang bersangkutan dengan syarat batas B = pada permukaan bahan. Kehadiran pinning disisni
merupakan penyebab efek histerisis atau ireversibilitas dalam proses
magnetisasi / demagnetisasi. Untuk kasus
ini dapat dituliskan medan rerata B dalam bentuk :
dimana Jc konstan ( tak tergantung pada B) dan
syarat batas .
Jadi
model bean ini memberikan penjelasan fenomenologis untuk magnetisasi histeresis tipe-II superkonduktor dalam temporal berbagai medan magnet eksternal.
B. MODEL KIM
Bean menawarkan model keadaan kritis untuk
menggambarkan magnetisasi superkonduktor yaitu dengan mengasumsikan bahwa
kerapatan arus kritis tidak bergantung pada medan magnet. Pada tahun yang sama
Kim,Hempstead dan Strnad memperluas model Bean dengan memasukkan medan magnet
ketergantungan dalam rapat arus kritis. Efek medan magnet yang diterapkan pada
arus kritis pada suhu tinggi sangat berhubungan dengan struktur vorteks. Medan
magnet dalam ini dihasilkan oleh arus yang diinduksi dalam sampel. Berikut
persamaan yang menjelaskan tentang arus kritis dan medan magnet yang diberikan
pada superkonduktor menurut model kim.
Dimana a dan Ho adalah konstanta
yang didapat dari eksperimen dan H adalah medan magnet yang diberikan. Akan tetapi persamaan ini tidak cocok untuk
medan magnet yang bergantung pada arus kritis saat temperatur tinggi, sehingga
model ini dikembangkan lagi dengan mengasumsikan a/ j sebanding dengan Hn
dan medan magnet bergantung pada arus kritis maka didapatkan persamaan model
kim sbb:
dimana JcKIM (H) adalah kerapatan
arus kritis dalam model Kim. Akan tetapi
model Kim tidak berjalan dengan praktis. Ada dua alasan utama untuk kegunaan
kurang praktis dari model Kim. Yang pertama adalah dua konstanta k dan H0
yang terlibat dalam model ini hanya memiliki satu persamaan.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa model bentuk
perkolasi kritis adalah sebuah pendekatan alternatif untuk menggambarkan bentuk
HTS.
C. MODEL EKSPONENSIAL
1. Medan yang meningkat
MODEL
KRITIS
Dalam hal penentuan keadaan kritis
dalam bahan superkonduktor, terdapat dua metode yang sering digunakan, yaitu
metode magnetisasi dan metode sederhana four point probe (MFPP). Untuk metode
magnetisasi ada beberapa model yang dapat menjelaskan hubungan antara
magnetisasi dengan keadaan kritis bahan. Diantaranya yaitu model bean, model
Kim dan kawan-kawan dan model lainnya. Model-model tersebut dalam penerapannya
memiliki dimensi sampel dan faktor koreksi tertentu, sehingga setiap literatur
ilmiah yang memanfaatkan metode ini pada umumnya mencantumkan model yang
digunakan, dimensi sampel dan faktor koreksinya. Misalnya histeris kelajuan yang telah diamati
oleh Ledbetter dan Kim (1988) pada
bahan YBa2Cu3O7-δ. Sampel yang mempunyai densitas relatif 94% dan Tc =
91.4 K telah diukur kelajuan
gelombang mendatar
dan kelajuan gelombang geser pada frekuensi 5 MHz. Hasil pengukuran diperoleh bahwa ketiga-tiga
kuantitas modulus geser, modulus
pukal, dan nisbah Poisson menunjukkan
histerisis. Modulus pukal
mempunyai nilai histerisis yang
lebih besar daripada modulus geser. Histerisis ini mencadangkan
perubahan fasa pada bahan
YBa2Cu3O7-δ.
Berikut
penjelasan tentang berbagai macam model dalam penentuan keadaan kritis bahan
superkonduktor :
Ø METODE
FOUR POINT PROBE
Disebut probe empat
titik, karena ada empat titik kontak yang disentuhkan pada permukaan
sampel. Keempat titik kontak (probe) itu dibuat berderet dalam
satu garis lurus dengan jarak antar probe diatur sedemikian rupa
sehingga satu sama lain mempunyai jarak yang sama. Arus listrik yang
konstan dialirkan sepanjang permukaan sampel melalui dua probe terluar.
Jika sampel mempunyai resistansi, maka akan ada penurunan tegangan
ketika arus mengalir sepanjang sampel tersebut. Perubahan tegangan
tersebut diukur melalui dua probe bagian dalam [8,10]. Besaran
fisis yang menunjukkan fenomena superkonduktivitas bahan, seperti suhu
tansisi kritis (Tc), rapat arus kritis (Jc), dan medan magnet kritis (Hc) dapat
ditentukan secara teliti dengan metode four point probe tersebut.
Ø METODE
MAGNETISASI
A.
MODEL BEAN
Model ini ini menghubungkan keadaan transport
listrik tanpa hambatan / disipasi dengan efek histerisis dalam proses
magnetisasi. Sehingga Jc dapat ditentukan dari pengukuran kurva
magnetisasi sampel yang bersangkutan. Gagasan bean ini sebagai berikut :
Saat
dalam keadaan campuran yaitu Hc1 < H < Hc2
superkonduktor akan kemasukan medan magnet yang dibendung dalm bentuk vorteks.
Keadaan kritis ini akan terjadi bila J mencapai
nilai kritis Jc yang memenuhi persamaan Fp = J x B. Dengan bantuan hukum amper maka
J x B = , H = 1 / μ B
Karena keadaan tersebut tidak
bergantung pada arah arus sehingga ditulis sbb :
kekuatan “pinning” dianggap tak bergantung pada
B dalam superkonduktor, dan begitu pula Jc. Sehingga Jc hanya ditentukan olh
slope atau variasi maksimum dari B dalam sapel yang bersangkutan dengan syarat
batas B = pada permukaan bahan. Kehadiran pinning disisni
merupakan penyebab efek histerisis atau ireversibilitas dalam proses
magnetisasi / demagnetisasi. Untuk kasus
ini dapat dituliskan medan rerata B dalam bentuk :
dimana Jc konstan ( tak tergantung pada B) dan
syarat batas .
Jadi model bean ini memberikan penjelasan fenomenologis untuk magnetisasi histeresis tipe-II superkonduktor dalam temporal berbagai medan magnet eksternal.
B.
MODEL KIM
Bean menawarkan
model keadaan kritis untuk menggambarkan magnetisasi superkonduktor yaitu
dengan mengasumsikan bahwa kerapatan arus kritis tidak bergantung pada medan
magnet. Pada tahun yang sama Kim,Hempstead dan Strnad memperluas model Bean
dengan memasukkan medan magnet ketergantungan dalam rapat arus kritis. Efek
medan magnet yang diterapkan pada arus kritis pada suhu tinggi sangat
berhubungan dengan struktur vorteks. Medan magnet dalam ini dihasilkan oleh
arus yang diinduksi dalam sampel. Berikut persamaan yang menjelaskan tentang
arus kritis dan medan magnet yang diberikan pada superkonduktor menurut model
kim.
Dimana a dan Ho adalah konstanta
yang didapat dari eksperimen dan H adalah medan magnet yang diberikan. Akan tetapi persamaan ini tidak cocok untuk
medan magnet yang bergantung pada arus kritis saat temperatur tinggi, sehingga
model ini dikembangkan lagi dengan mengasumsikan a/ j sebanding dengan Hn
dan medan magnet bergantung pada arus kritis maka didapatkan persamaan model
kim sbb:
dimana JcKIM (H) adalah kerapatan
arus kritis dalam model Kim. Akan tetapi
model Kim tidak berjalan dengan praktis. Ada dua alasan utama untuk kegunaan
kurang praktis dari model Kim. Yang pertama adalah dua konstanta k dan H0
yang terlibat dalam model ini hanya memiliki satu persamaan.
Sehingga dapat
disimpulkan bahwa model bentuk perkolasi kritis adalah sebuah pendekatan
alternatif untuk menggambarkan bentuk HTS.
C.
MODEL EKSPONENSIAL
1.
Medan yang meningkat
Disini
kita mengasumsikan superkonduktor telah didinginkan di bwah suhu kritis di
daerah nol, saat medan meningkat terus maka flux akan menembus bahan. disini
densitasnya dB/dx > 0 . dengan demikian jy = - Jc
dimana pada model ini Jc (B) diberikan seperti pada gambar dibawah
ini:
Sehingga
:
Pada
tahap pertama, fluks magnetisasi memasuki sampel hanya dilapisan luar dengan
ketebalan S. Kedalaman penetrasi ini diberikan oleh . Tahap awal ini berlangsung sampai di b, untuk
melengkapi penetrasi tersebut maka: .
b
Gambar
di atas merupakan magnetostriktif (kolom
kiri) dan magnetisasi (kolom kanan) untuk a. Model bean, b. Model kim, c. Model
ekpsponensial.
Berikut
grafik perbandingan antara model bean, kim dan model eksponensial :
Gambar
di atas merupakan hubungan antara gaya pinning dengan arus kritis pada magnetic
flux densiti untuk bentuk model kritis yang berbeda-beda.
DAFTAR PUSTAKA
Bean, C.P. 1964 Magnetization of high-field
superconductors, Rev. Mod.
Phys., 36, 31-39.
Diantoro,
Markus. 2010. Superkonduktor. FMIPA UM.
Inanir.F.et
al. 2008. Modelling of normal state like contribution on the pinning induced
magnetostriction. Physica C 468 hal. 39-46.
L.
Prigozhin. 2003. On the Bean critical state model in superconductivity.
Woch,
M.P.et al.2008. Kim Type Critical State Models and Critical Currents of
Thallium Based superconductors. Vol.114
No.1 Acta Physica Polonica A.
Y.B.
Kim, C.F. Hempstead, A.R. Strand, Phys. Rev. Lett. 9, 306 (1962).
Y.B.
Kim, C.F. Hempstead, A.R. Strand, Phys. Rev. 129, 528 (1963).
Sehingga :
Pada tahap pertama, fluks
magnetisasi memasuki sampel hanya dilapisan luar dengan ketebalan S. Kedalaman
penetrasi ini diberikan oleh . Tahap awal ini
berlangsung sampai di b, untuk melengkapi penetrasi tersebut maka: .
b
Gambar di atas merupakan
magnetostriktif (kolom kiri) dan
magnetisasi (kolom kanan) untuk a. Model bean, b. Model kim, c. Model
ekpsponensial.
Berikut grafik perbandingan antara model
bean, kim dan model eksponensial :
Gambar di atas
merupakan hubungan antara gaya pinning dengan arus kritis pada magnetic flux
densiti untuk bentuk model kritis yang berbeda-beda.
DAFTAR
PUSTAKA
Bean, C.P. 1964 Magnetization of high-field
superconductors, Rev. Mod.
Phys.,
36, 31-39.
Diantoro, Markus. 2010. Superkonduktor.
FMIPA UM.
Inanir.F.et al. 2008. Modelling of
normal state like contribution on the pinning induced magnetostriction. Physica
C 468 hal. 39-46.
L. Prigozhin. 2003. On the Bean critical
state model in superconductivity.
Woch, M.P.et al.2008. Kim Type Critical
State Models and Critical Currents of Thallium Based superconductors.
Vol.114 No.1 Acta Physica Polonica A.
Y.B. Kim, C.F. Hempstead,
A.R. Strand, Phys. Rev. Lett. 9, 306 (1962).
Y.B. Kim, C.F.
Hempstead, A.R. Strand, Phys. Rev. 129, 528 (1963).