STUDI DATA DIFRAKSI SINAR-X
SAMPEL CAMPURAN NANO-PERIKLAS DAN SUBNANO-RUTIL
Kusuma
Wardhani Mas’udah
Jurusan
Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya,
Indonesia 60111
E-mail: masudahkusuma@ymail.com
ABSTRAK
Telah dilakukan studi data difraksi sinar-X pada campuran
nano-periklas dan subnano-rutil. Serbuk nano-periklas diperoleh setelah kalsinasi
500°C, subnano-rutil setelah kalsinasi 800°C. Pencampuran keramik nano-periklas
dan subnano-rutil tersebut dilakukan dengan dua metode, yaitu pencampuran
menggunakan spatula dan mortar. Analisis kualitatif dilakukan dengan menggunakan
program Match!. Analisis kuantitatif material berdasarkan data difraksi sinar-X
dilakukan dengan analisis Rietveld, serta didapatkan persen berat fasa periklas
sebesar 46,90 % dan fasa rutil sebesar 53,10 %. Kesesuaian (figures-of-merits-FoMs)
penghalusan dengan Rietica dan MAUD diperoleh GoF sebesar 1,77 dan sig
sebesar 1,52. Sehingga, penghalusan Rietveld dapat diterima menurut kriteria
yang disyaratkan yaitu GoF < 4%
dan sig < 2%.
Kata
kunci
Campuran periklas dan rutil, Difraksi sinar-X,
Analisis Rietveld.
1.
PENDAHULUAN
Pada saat ini
penelitian dibidang nano sedang ramai dilakukan oleh para ahli, dalam
perkembangannya material nano dapat diaplikasikan sebagai konvertor katalitis di dalam mobil yang membantu
memindahkan air pengotor, alat di dalam komputer yang berfungsi untuk membaca
dan merekam dalam komponen hard-disk,
sunscreens tertentu, kosmetik yang
dapat menghalangi radiasi berbahaya dari matahari, pakaian mantel khusus untuk
sports yang mampu meningkatkan performen atlet. Meski demikian, banyak ilmuwan,
insinyur, dan teknolog percaya bahwa mereka hanya memanfaatkan sebagian
permukaan dari potensi nanoteknologi [7]. Secara umum material berukuran
nano diharapkan dapat memperbaiki karakteristik bahan baik sifat listrik maupun
mekanik. Banyak material
berupa campuran (bukan komposit) yang memiliki aplikasi khusus di antaranya
adalah campuran keramik. Material campuran dapat dikembangkan menjadi
nanomaterial. Campuran yang mengandung nanomaterial dapat diperoleh dengan
berbagai cara, salah satunya adalah kopresipitasi. Metode kopresipitasi
merupakan metode basah yang melibatkan reaksi kimia didalamnya dan digunakan
dalam fabrikasi serbuk nanokristalin. Pembentukan nanokristalin selain
kopresipitasi adalah high energy ball
milling. Jenis high energy ball milling adalah wet milling dan dry milling.
Penggilingan merupakan salah satu contoh proses lanjutan menekan atau menumbuk
serbuk dengan material yang lebih keras untuk membentuk keadaan yang homogen [4].
Hal penting berikutnya adalah bagaimana mengkarakterisasi campuran yang
mengandung nanomaterial ini.
Karakterisasi
campuran nanomaterial ini salah satunya dilakukan dengan pengukuran difraksi
sinar-x. Komposisi fasa, parameter kisi, ukuran kristal merupakan beberapa data
yang dapat diperoleh dengan analisis data difraksi. Hal inilah yang menjadikan
data difraksi menjadi hal penting dan menarik untuk dikaji dalam berbagai
analisis material dan dirasa cukup lengkap walaupun masih tetap perlu alat karakterisasi
lanjut. Dalam hal penggunaan difraksi sinar-x, berbagai kondisi pengukuran bisa
digunakan baik dalam pemilihan jangkau sudut, step size maupun
kehomogenan suatu sampel campuran. Berdasarkan pertimbangan tersebut, studi
data difraksi sinar-X terhadap sampel campuran 50% MgO - 50% TiO2 perlu
dilakukan lebih mendalam guna mendapatkan parameter-parameter hasil keluaran
yang signifikan. Dalam tulisan ini, akan dibahas studi kualitatif dan
kuantitatif sampel campuran 50% nano-periklas dan 50% subnano-rutil berdasarkan
data difraktometer sinar-X.
2.
METODE PENELITIAN
Campuran keramik nano-periklas dan
subnano-rutil disintesis dengan cara mencampur serbuk periklas dan rutil.
Sebelum dicampur, serbuk magnesium yang dikeringkan pada suhu 500°C selama 30
menit sedangkan TiO2 pada suhu 800°C selama 2 jam. Kemudian serbuk
keramik nano-periklas dan subnano-rutil dicampur dengan dua
perlakuan yaitu menggunakan spatula dan menggunakan mortar dengan perbandingan
komposisi campuran 50% periklas-50% rutil. Sampel divakumkan dengan menggunakan
desikator yang dihubungkan dengan pompa vakum untuk menghindari reaksi periklas
dengan H2O di udara lembab agar tidak terbentuk senyawa Mg(OH)2.
Campuran keramik
nano-periklas dan subnano-rutil dikarakterisasi menggunakan difraksi sinar-X pada
”sudut panjang”, yaitu 2θ =20-115° dengan step size 0,02°. Hasil pengujian difraksi sinar-X didapatkan
pola-pola difraksi yang selanjutnya akan dianalisis secara kualitatif dan
kuantitatif [2].
Proses
identifikasi fase didasarkan pada pencocokan data dengan metode Search and Match menggunakan software Match!. Analisis kuantitatif
karakteristik material berdasarkan data difraksi sinar-X dilakukan dengan
analisis Rietveld [6]. Perangkat lunak yang digunakan dalam
metode Rietvield ini adalah Reitica dengan proses refinement. Sedangkan analisis ukuran
kristal digunakan software MAUD.
3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses identifikasi fasa didasarkan pada pencocokan data menggunakan
program Match! dan teridentifikasi fasa MgO dengan kode referensi ICDD
00-045-0946 dan TiO2 dengan kode referensi ICDD 00-021-1276. Hal ini menunjukkan campuran
nano-periklas dan subnano-rutil pada pencampuran menggunakan mortar terbukti
hanya teridentifikasinya fasa-fasa periklas dan rutil, yang berarti pencampuran
kering menggunakan mortar maupun spatula tidak terjadi reaksi kimia, sehingga
tidak menghasilkan fasa baru.
Gambar
1: Hasil search match pada pola difraksi sinar-X (λCu-Kα
= 1,54056 Å) campuran keramik nano-periklas dan subnano-rutil
Sebelum dilakukan
analisis dengan Rietica perlu dibuat
suatu model yang didapatkan dari database
kristalografi. Dalam penelitian ini model dibuat dari data ICSD dan COD yang sesuai
dengan bahan yang digunakan, untuk periklas digunakan COD nomor 1000053 (Sasaki, 2013)
dengan R-value 0,0126, sedangkan untuk rutil digunakan ICSD nomor 64987 (Shintani, 1998) dengan R-value 0,016. Pemilihan R-value yang kecil dikarenakan semakin
kecil nilainya maka model akan mempunyai kemungkinan besar lebih sesuai dengan
pola terukur. Memilih data kristalografi kadang-kadang tidak mudah, bahkan
banyak kristal yang masih belum tersedia data kristalografinya. Oleh karena
itu, keputusan menggunakan sebuah koleksi data harus dilandasi oleh
alasan-alasan yang mendukung, temasuk identifikasi fasa yang akurat [5].
Setelah model
dibuat, selanjutnya dilakukan proses penghalusan Rietveld menggunakan perangkat lunak Rietica. Urutan proses penghalusan dan parameter-parameter yang
dihaluskan selalu sama, yaitu background
(B0, B1, B2), sample displacement, parameter kisi, phase scale, factor thermal
(B), komponen Gaussian (U), komponen Gamma (gamma
0, gamma 1, gamma 2). Analisis Rietveld dilakukan melalui proses refinement. Hasil penghalusan dengan
program Rietica ditunjukan pada Gambar 2 dengan jangkauan sudut 20-80oC.
Terlihat bahawa tingkat kesesuaian antara data terhitung dan terukur cukup
baik, yang ditunjukan oleh kesesuaian antara model terhitung dengan model
terukur. Fluktuasi selisih yang ditunjukan oleh garis berwarna hijau pada
Gambar 2 sudah cukup kecil walaupun ada beberapa bagian puncak yang masih cukup
besar, sehingga menunjukan bahwa proses penghalusan cukup berhasil.
Tabel 1 menunjukan
kesesuaian (figures-of-merits-FoMs)
penghalusan dengan Rietica dan MAUD. Penghalusan Rietveld dapat
diterima menurut kriteria GoF < 4%
dan Rwp < 20% [1]. Berdasarkan Tabel 1 menunjukan bahwa
penghalusan Rietveld sudah memenuhi kriteria GoF dan nilai Rwp yang
disyaratkan. Sedangkan penghalusan Rietveld dengan MAUD dapat diterima dengan syarat sig < 2% dan Rw <
15% [3]. Tabel 1 menunjukan bahwa penghalusan Rietveld dengan MAUD hanya memenuhi kriteria sig, sedangkan nilai Rw belum memenuhi yang disyaratkan oleh Lutterotti. Parameter-parameter yang
diperhalus tersebut selanjutnya diekstrak dan dianalisis lebih lanjut.
Tabel 1: Tingkat kesesuaian
(figures-of-merit, dalam %) dari penghalusan Rietveld dengan Rietica dan MAUD
Rietica
|
MAUD
|
||
GoF
|
Rwp
|
Sig = GoF
|
Rw
|
1,77
|
18,47
|
1,52
|
24,42
|
Gambar
2: Hasil penghalusan dengan Rietica (λCuKα
= 1,54056 Å). Pola terukur ditunjukan dengan tanda (+), pola terhitung
ditunjukan dengan garis berwarna merah, sedangkan garis berwarna hijau
menunjukan selisih antara keduanya.
Gambar
3: Hasil penghalusan dengan MAUD (λCuKα
= 1,54056 Å). Pola terukur ditunjukan dengan tanda (+) warna biru dan pola
difraksi terhitung digambarkan dengan garis lurus warna hitam, sedangkan Kurva
paling bawah menunjukkan selisih antara keduanya. Garis-garis tegak menyatakan
posisi-posisi puncak Bragg.
Tabel 2: Komposisi, parameter kisi dan
densitas dari fasa nano-periklas dan
subnano-rutil setelah proses
penghalusan Rietveld dengan Rietica dan MAUD. Nilai error ditunjukan dalam tanda kurung
Parameter
|
Rietica
|
MAUD
|
|||
Periclas
|
Rutile
|
Periclas
|
Rutile
|
||
Persen berat (%)
|
46,90
|
53,10
|
45,16
|
54,83
|
|
Persen molar (%)
|
63,65
|
36,35
|
-
|
-
|
|
Parameter kisi (
|
a
|
4,2217 (5)
|
4,5951 (7)
|
4,2212 (2)
|
4,5943 (4)
|
b
|
4,2217 (5)
|
4,5951 (7)
|
4,2212 (2)
|
4,5943 (4)
|
|
c
|
4,2217 (5)
|
2,9606 (5)
|
4,2212 (2)
|
2,9596 (4)
|
|
α
|
90
|
90
|
90
|
90
|
|
β
|
90
|
90
|
90
|
90
|
|
γ
|
90
|
90
|
90
|
90
|
|
Densitas
|
3,56
|
4,24
|
3,56
|
4,25
|
Berdasarkan
analisis Rietveld didapatkan data prosentase berat, molar, parameter kisi dari
masing-masing fasa sebagaimana ditunjukan Tabel 2. Analisis ukuran kristal
dilakukan dengan program MAUD. Proses
penghalusan dilakukan dengan menghaluskan parameter background, faktor
skala, parameter kisi, faktor termal, parameter-parameter pelebaran puncak, ukuran kristal, micro-strain,
distribusi ukuran ristal (Dv),
dan distribusi microstrain secara
berurutan. Nilai FoM dari proses penghalusan dengan MAUD ditunjukan pada Tabel 1. Hasil penghalusan dengan program MAUD ditunjukan pada Gambar 3. Terlihat
bahwa tingkat kesesuaian antara data terhitung dan terukur cukup baik, yang
ditunjukan oleh kesesuaian antara model terhitung dengan model terukur,
walaupun nilai FoM dari penghalusan dengan program MAUD sebagian belum memenuhi kriteria Lutteroti. Ukuran kristal
periklas yang dikalsinasi pada suhu 500°C adalah (14,74 ± 1,42) nm, sedangkan
rutil yang dikalsinasi pada suhu 800°C adalah (101,83 ± 5,91) nm, keduanya
diperoleh dari proses penghalusan dengan MAUD. Pada Gambar 1 juga dapat dilihat
bahwa pelebaran puncak periklas besar dan pada umumnya pelebaran puncak rutil
sempit, hal ini mengindikasikan bahwa ukuran periklas adalah nanometer
sedangkan rutil adalah sub-nanometer.
4.
KESIMPULAN
Berdasarkan
penelitian dan analisis data yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
dengan uji difraksi sinar-X pada keramik campuran 50% periklas dan 50% rutil, yang
dilakukan dengan dua perlakuan yaitu menggunakan spatula dan menggunakan mortar,
dihasilkan pelebaran puncak periklas besar dan pada pelebaran puncak rutil
sempit. Ukuran kristal yang dihasilkan dari proses peghalusan MAUD pada fasa
periklas adalah sekitar 14 nm dan fasa rutil adalah sekitar 100 nm. Kesesuaian
(figures-of-merits-FoMs) penghalusan
dengan Rietica dan MAUD diperoleh GoF sebesar 1,77 dan sig
sebesar 1,52. Sehingga, penghalusan Rietveld dapat diterima menurut kriteria
yang disyaratkan yaitu GoF < 4%
dan sig < 2%. Hal ini
mengindikasikan bahwa periklas adalah nanomaterial sedangkan rutil adalah
sub-nanomaterial.
DAFTAR PUSTAKA
[1] E.H Kisi, R., Analysis of Powder Diffraction Patterns. Material Forum, 1994. 18: p. 135-153
[2] Hariyani, Yufi
(2011). Analisis Komposisi Fasa Campuran-Nano Periklas dan Subnano-Rutil. Laporan Tugas Akhir Jurusan Fisika FMIPA Institut
Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya.
[3] Lutterotti, L.M., Material Analysis using Diffraction. Available from: http://www.ing.unitn.it/maud, 2006 (cited 2009, 5 March 2009)
[4] Pratapa, S. (2003). Synthesis and
character fungtionally-gradded aluminium titanate/ zirconia alulmina composite.
Australia, Curtin University of technilogy.
[5] Pratapa, S. (2009). Analisis Data
Difraksi Menggunakan Metode Rietveld. Surabaya
[6] Rietveld, H.M., A, Profile refinement method for nuclear and magnetic structure.
journal of applied crystalography, 1986. 2:p.65-7
[7] Sartono (2006).
“Nnoteknologi”. Fisika FMIPA. Universitas Indonesia.